Sumedang, Kompas - Hampir 70 persen pengurus koperasi di Jawa Barat berusia 40 tahun hingga 80 tahun. Kondisi itu membuat pengelolaan koperasi tidak berkembang signifikan dan berpeluang tinggal nama pada beberapa tahun mendatang.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Jabar Mustopa Djamaludin di Sumedang, Rabu (16/4), mengatakan, jumlah koperasi di Jabar 22.522 unit dengan mempekerjakan sekitar 100.000 orang.
Minat berkoperasi generasi muda sejak sekolah lanjutan menengah pertama dan atas sudah harus dipupuk. Kendalanya, sarana, seperti laboratorium dan tempat berkoperasi, tidak tersedia.
"Kalau tidak diikuti pengaderan, akan sulit diperoleh pengelola koperasi profesional," kata Mustopa seusai seminar dan pembekalan perkoperasian di Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Sumedang.
Rektor Ikopin Rully Indrawan mengatakan, sebagian besar pengelola koperasi sudah berusia lanjut. Mengingat usia yang tak lagi muda, energi mereka tak terlalu besar. Dampaknya, sisa hasil usaha tidak signifikan. Akhirnya, produk domestik regional bruto akan rendah.
Kegiatan mereka harus diteruskan. Namun, minat generasi muda untuk berkoperasi belum tinggi karena mereka menganggap, mengelola usaha itu tidak menarik. "Ada ketidaksamaan berpikir di antara generasi yang berbeda. Anak muda masih gengsi, berkoperasi hanya sampingan," katanya. Kurikulum tidak berpihak
Guru pelajaran Ekonomi dari Kabupaten Subang, Edi Sugandi, mengatakan, pengenalan dunia koperasi dan kewirausahaan kepada anak sejak dini di sekolah terkendala kurikulum. Dari zaman ke zaman, porsi materi koperasi dalam kurikulum pendidikan makin minim. Maka, tidaklah mengherankan jika pengetahuan siswa akan ilmu koperasi kian minim.
"Pada tahun 1984 Ekonomi Koperasi jadi satu mata pelajaran utuh. Tahun 1994 tidak lagi disendirikan, tetapi diintegrasikan ke dalam pelajaran Akuntansi. Tahun 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), termasuk juga KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), materi koperasi hanya ada dalam pengantar. Dari 10 jam menjadi hanya empat jam seminggu," tutur Edi.
Menurut Dedi Burhanuddin dari Tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran Ekonomi Kabupaten Majalengka, pelajaran koperasi lambat laun akan menghilang dari dunia pendidikan di Indonesia jika tidak ada antisipasi. Kondisi ini terjadi akibat adanya pergeseran paradigma ekonomi yang saat ini lebih berorientasi pada liberalisme, tidak lagi kerakyatan.
"Padahal, zaman dulu lulusan SMA di kampung bisa langsung mendirikan koperasi berkat modal pengetahuan itu. Saat ini yang ada hanya menganggur. Padahal, basis koperasi adalah kerakyatan dan kerja sama, baik untuk masyarakat kecil seperti mayoritas di (negara) kita. Ketika ada krisis ekonomi, barulah orang meributkan pentingnya koperasi," ujarnya.
Ia menyesalkan revitalisasi ekonomi koperasi menjadi sekadar wacana. Gerakan koperasi terlihat mulai tumpul, yang lambat laun akan punah selama tidak disinergikan dengan pendidikan. "Sekarang coba tanya anak-anak, kapan Hari Koperasi? Pasti tidak ada yang tahu," tuturnya. (bay/jon)
Sumber : http://www.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar